Wednesday, January 15, 2014

Menyembuhkan Kemarahan

Oleh: Gede Prama


Tidak sedikit remaja yang sangat membenci orang tuanya yang pemarah. Banyak bawahan yang sangat menolak atasan yang pemarah. Padahal, bila dibekali cukup kejernihan kemarahan bisa menjadi pembimbing perjalanan.


Lentera Kemarahan

Nyaris di semua zaman manusia pemarah itu amat dibenci. Bila boleh menjauh, semua mau menjauh dari orang pemarah. Tapi nyatanya, orang marah datang lagi dan lagi. Bila tidak bisa dihindari, pasti ada pesan yang disembunyikan di balik orang-orang pemarah.

Belajar dari banyak sekali manusia pemarah, sejujurnya manusia pemarah itu jiwanya luka. Ketidaktahuan membuat mereka mau menyembuhkan lukanya dengan menyerang orang lain. Akibatnya, mereka tidak mendapat obat dari orang lain, sebaliknya malah mendapatkan luka baru. Bila didalami lagi, kemarahan seseorang hanya cermin bahwa yang bersangkutan memiliki kemarahan pada dirinya sendiri. Entah dilukai orang tua, dilecehkan orang lain, pendeknya masa lalu yang sangat ditolak. Dan semakin ia ditolak, semakin keras lagi kemarahan di dalam melawan.

Belajar dari sini, layak direnungkan untuk menggunakan kemarahan sebagai cahaya pembimbing. Kemarahan dalam pendekatan ini adalah lentera penunjuk arah perjalanan. Ia menunjukkan bagian-bagian ruang di dalam yang memerlukan cahaya penerang. Tapi ini mungkin terjadi, bila kemarahan diterima, didekap, dilihat arah yang ditunjukkan.


Merubah Cara Memandang

Berbekalkan kemarahan sebagai lentera, kemudian lorong-lorong gelap di dalam seperti ketakutan, keraguan, kecurigaan pelan-pelan diterangi. Seorang sahabat yang pemarah besar pernah menjadi Guru, ia sangat membenci salah satu kejadian di masa lalu. Andaikan kejadian itu tidak terjadi, mungkin hidupnya akan lebih baik. Ini ciri khas manusia pemarah, berhandai-handai bisa merubah masa lalu.

Padahal semua tahu, masa lalu tidak bisa dirubah. Yang bisa dirubah adalah cara memandangnya. Begitu cara memandangnya dirubah, hidup pun berubah. Seorang sahabat di jalan meditasi pernah bercerita bahwa jiwanya luka mendalam karena ayahandanya dibunuh di tahun 1965. Ini mengakibatkan ia harus menanggung Ibu dan saudara-saudara seumur hidup. Tapi tatkala cara memandangnya dirubah, bukan musibah ayah yang dibunuh, melainkan cara kehidupan untuk membuat yang bersangkutan jadi matang dan dewasa, maka hidupnya pun berubah.

Bila boleh jujur, bahkan nabi pun harus dibuat matang dan dewasa melalui rasa sakit yang mendalam, apa lagi manusia biasa. Itu sebabnya, jendral Mc. Arthur berdoa untuk anak-anak secara berbeda: “Tuhan, beri anak-anak masalah dan musibah, karena itu satu-satunya cara yang membuat jiwa mereka jadi dewasa”. Jika ini cara memandangnya, maka seseorang bisa berterimakasih pada kemarahan.


Jendela Kasih Sayang

Berbekalkan cahaya pemahaman seperti ini, kemarahan tidak lagi berwajah gelap, ia adalah lentera penerang perjalanan. Awalnya adalah jiwa yang luka mendalam. Luka ini kemudian membuat seseorang mencari obat dengan cara memarahi orang lain. Tapi pencari obat ini bukan mendapatkan obat, malah mendapatkan luka baru.

Dengan teropong seperti ini, kemarahan orang-orang pemarah adalah energi yang bisa membuka jendela kasih sayang. Inilah ciri manusia yang sudah sembuh dari kemarahan. Sementara orang kebanyakan hanya melihat kegelapan di balik kemarahan, orang yang sembuh melihat lentera di sana.

Di jalan meditasi, pendekatan ini disebut “mengolah racun menjadi sang jalan”. Ia serupa dengan burung cendrawasih yang mengolah racun jadi makanan, oleh meditasi racun kemarahan diracik dengan langkah “terima, mengalir, senyum”, kemudian kemarahan berubah menjadi cahaya terang sang jalan.

No comments:

Post a Comment