Salah satu pengalaman yang tak terlupakan Jamil adalah ketika
memancing di rawa. Saat itu bapaknya datang menghampiri dan duduk
di sebelahnya.
”Mil bapak mau bercerita, kamu mau mendengar?” Jamil mengangguk.
”Kamu tahu proses terjadinya mutiara,” tanya bapaknya.
Jamil menggeleng. Sambil merangkul pundak Jamil, bapaknya
melanjutkan cerita; ”Waktu kerang muda mencari makan atau bergerak
untuk pindah, ia akan membuka cangkang penutup badannya. Buka…
tutup… buka… tutup. Nah suatu kali, di saat cangkah itu terbuka,
sebutir pasir masuk ke dalam cangkang kerang itu.
Sang kerang pun menangis sambil memanggil-manggil ibunya.
”Bu sakit bu… ada pasir masuk ke dalam tubuhku.
”Sang ibu menjawab,” Sabar nak, jangan pedulikan rasa sakit, bila
perlu berikanlah kebaikan kepada pasir yang telah menyakitimu.
Kerang muda itu menuruti nasehat ibunya.
Ia menangis, tapi air matanya digunakan untuk membungkus pasir
yang masuk ke dalam tubuhnya itu. Hal itu terus-terus ia lakukan.
Dengan baluran air mata itu, rasa sakitnya pun berangsur
berkurang. Bahkan kemudian hilang sama sekali. Beberapa saat
kemudian kerang-kerang itu dipanen.Kerang yang ada pasirnya
dipisahkan dari kerang yang tidak ada pasirnya.
Kerang yang tidak ada pasir dijual secara obral di pinggir jalan
menjadi kerang rebus. Sedangkan kerang yang berpasir dijual
ratusan bahkan ribuan kali lipat lebih maha dari kerang tidak
berpasir.
Mengapa bisa begitu? Karena pasir di dalam kerang itu sudah
berubah menjadi inti mutiara.
Ya butiran pasir itu telah dibalut dengan lapisan air mata
menjadi mutiara” Bapak Jamil melanjutkan,”Kalau kamu tidak pernah
mendapatt cobaan, kamu akan menjadi seperti kerang rebus atau
kerang yang tak ada harganya.
Tapi kalau kamu mampu menghadapi cobaan, bahkan mampu memberi
manfaat pada orang lain ketika kamu sedang mendapat cobaan, kamu
akan menjadi mutiara”. ”Jamil, kamu memilih menjadi apa? Kerang
rebus atau kerang mutiara?”tanya bapaknya lagi.
”Kalau kamu memilih menjadi kerang rebus kamu akan dijual secara
obral di pinggir jalann. Sebaliknya, kalau memilih menjadi
mutiara, kamu akan berada di tempat-tempat terhormat dan juga
dipakai oleh orang-orang terhormat. Hargamu mahal.
Hidup adalah pilihan Mil… Terserah kamu. Kamu boleh pilih mau
jadi kerang rebus atau jadi kerang mutiara.
Kamu pilih jadi kerang apa?”
”Nah, kalau kamu memilih menjadi kerang mutiara, kamu tidak boleh
cengeng karena kita tinggal di tengah hutan. Kamu tidak boleh
sedih setiap kali mau berangkat sekolah,”pesan bapaknya.
Cerita kerang itu benar-benar memengaruhi hidup Jamil setelah
itu. Bahkan, cerita kerang rebus dan kerang mutiara itu menjadi
pelipur lara Jamil tatkala menghadapi kesedihan.
Pernah tangan Jamil diludahi teman-teman di sekolahnya karena bau
getah akibat menakik getah di hutan karet.
Kepala Jamil pernah dilempar bambu hingga berdarah oleh teman
sekolah hanya gara-gara Jamil menyatakan ingin menjadi insinyur
pertanian, saat tampil di depan kelas.
Kisah itu juga menjadi penguat tekad Jamil tatkala sang bapak
menangis dihina orang terkaya di kampungnya gara-gara ingin
meminjam uang untuk biaya kuliah Jamil di IPB.
”Kalau nggak punya uang ya nggak usah panjang angan-angan. Sudah
tahu miskin, nggak punya uang lha kok mau kuliah. Baru mau
berangkat kuliah saja sudah minjam. Bagaimana nanti biaya
bulanannya? Apakah bertahun-tahun mau pinjam terus?” begitu,
hinaan orang terkaya di kampung Jamil.
Di tengah berbagai hinaan dan cobaan yang dihadapinya, Jamil
sukses mencapai cita. Ia berhasil menuntaskan pendidikan S1 dan S2
di IPB.
Ia bisa melampui cita-citanya waktu dulu, menjadi insinyur
pertanian. Ia kini menjadi inspirator jutaan orang melalui gerakan
SuksesMulia yang dikembangkannya, dan menjadi konsultan
perusahaan-perusahaan bonafit.
Potongan kisah dari Jamil Azzaini, seorang inspirator Indonesia.
Ia sukses dalam kariernya, mengembangkan PT. Kubik Kreasi
Sisilain, di samping menjadi dosen Pascasarjana di IPB
Sumber: http://oktaveri.wordpress.com/2009/03/30/jamil-azzaini-dan-aku/
No comments:
Post a Comment