Salah satu pengalaman yang tak terlupakan Jamil adalah ketika
memancing di rawa. Saat itu bapaknya datang menghampiri dan duduk
di sebelahnya.
”Mil bapak mau bercerita, kamu mau mendengar?” Jamil mengangguk.
”Kamu tahu proses terjadinya mutiara,” tanya bapaknya.
Jamil menggeleng. Sambil merangkul pundak Jamil, bapaknya
melanjutkan cerita; ”Waktu kerang muda mencari makan atau bergerak
untuk pindah, ia akan membuka cangkang penutup badannya. Buka…
tutup… buka… tutup. Nah suatu kali, di saat cangkah itu terbuka,
sebutir pasir masuk ke dalam cangkang kerang itu.
Sang kerang pun menangis sambil memanggil-manggil ibunya.
”Bu sakit bu… ada pasir masuk ke dalam tubuhku.
”Sang ibu menjawab,” Sabar nak, jangan pedulikan rasa sakit, bila
perlu berikanlah kebaikan kepada pasir yang telah menyakitimu.
Kerang muda itu menuruti nasehat ibunya.
Ia menangis, tapi air matanya digunakan untuk membungkus pasir
yang masuk ke dalam tubuhnya itu. Hal itu terus-terus ia lakukan.
Dengan baluran air mata itu, rasa sakitnya pun berangsur
berkurang. Bahkan kemudian hilang sama sekali. Beberapa saat
kemudian kerang-kerang itu dipanen.Kerang yang ada pasirnya
dipisahkan dari kerang yang tidak ada pasirnya.
Kerang yang tidak ada pasir dijual secara obral di pinggir jalan
menjadi kerang rebus. Sedangkan kerang yang berpasir dijual
ratusan bahkan ribuan kali lipat lebih maha dari kerang tidak
berpasir.
Mengapa bisa begitu? Karena pasir di dalam kerang itu sudah
berubah menjadi inti mutiara.
Ya butiran pasir itu telah dibalut dengan lapisan air mata
menjadi mutiara” Bapak Jamil melanjutkan,”Kalau kamu tidak pernah
mendapatt cobaan, kamu akan menjadi seperti kerang rebus atau
kerang yang tak ada harganya.
Tapi kalau kamu mampu menghadapi cobaan, bahkan mampu memberi
manfaat pada orang lain ketika kamu sedang mendapat cobaan, kamu
akan menjadi mutiara”. ”Jamil, kamu memilih menjadi apa? Kerang
rebus atau kerang mutiara?”tanya bapaknya lagi.
”Kalau kamu memilih menjadi kerang rebus kamu akan dijual secara
obral di pinggir jalann. Sebaliknya, kalau memilih menjadi
mutiara, kamu akan berada di tempat-tempat terhormat dan juga
dipakai oleh orang-orang terhormat. Hargamu mahal.
Hidup adalah pilihan Mil… Terserah kamu. Kamu boleh pilih mau
jadi kerang rebus atau jadi kerang mutiara.
Kamu pilih jadi kerang apa?”
”Nah, kalau kamu memilih menjadi kerang mutiara, kamu tidak boleh
cengeng karena kita tinggal di tengah hutan. Kamu tidak boleh
sedih setiap kali mau berangkat sekolah,”pesan bapaknya.
Cerita kerang itu benar-benar memengaruhi hidup Jamil setelah
itu. Bahkan, cerita kerang rebus dan kerang mutiara itu menjadi
pelipur lara Jamil tatkala menghadapi kesedihan.
Pernah tangan Jamil diludahi teman-teman di sekolahnya karena bau
getah akibat menakik getah di hutan karet.
Kepala Jamil pernah dilempar bambu hingga berdarah oleh teman
sekolah hanya gara-gara Jamil menyatakan ingin menjadi insinyur
pertanian, saat tampil di depan kelas.
Kisah itu juga menjadi penguat tekad Jamil tatkala sang bapak
menangis dihina orang terkaya di kampungnya gara-gara ingin
meminjam uang untuk biaya kuliah Jamil di IPB.
”Kalau nggak punya uang ya nggak usah panjang angan-angan. Sudah
tahu miskin, nggak punya uang lha kok mau kuliah. Baru mau
berangkat kuliah saja sudah minjam. Bagaimana nanti biaya
bulanannya? Apakah bertahun-tahun mau pinjam terus?” begitu,
hinaan orang terkaya di kampung Jamil.
Di tengah berbagai hinaan dan cobaan yang dihadapinya, Jamil
sukses mencapai cita. Ia berhasil menuntaskan pendidikan S1 dan S2
di IPB.
Ia bisa melampui cita-citanya waktu dulu, menjadi insinyur
pertanian. Ia kini menjadi inspirator jutaan orang melalui gerakan
SuksesMulia yang dikembangkannya, dan menjadi konsultan
perusahaan-perusahaan bonafit.
Potongan kisah dari Jamil Azzaini, seorang inspirator Indonesia.
Ia sukses dalam kariernya, mengembangkan PT. Kubik Kreasi
Sisilain, di samping menjadi dosen Pascasarjana di IPB
Sumber: http://oktaveri.wordpress.com/2009/03/30/jamil-azzaini-dan-aku/
Wednesday, January 15, 2014
Menyembuhkan Kemarahan
Oleh: Gede Prama
Tidak sedikit remaja yang sangat membenci orang tuanya yang pemarah. Banyak bawahan yang sangat menolak atasan yang pemarah. Padahal, bila dibekali cukup kejernihan kemarahan bisa menjadi pembimbing perjalanan.
Lentera Kemarahan
Nyaris di semua zaman manusia pemarah itu amat dibenci. Bila boleh menjauh, semua mau menjauh dari orang pemarah. Tapi nyatanya, orang marah datang lagi dan lagi. Bila tidak bisa dihindari, pasti ada pesan yang disembunyikan di balik orang-orang pemarah.
Belajar dari banyak sekali manusia pemarah, sejujurnya manusia pemarah itu jiwanya luka. Ketidaktahuan membuat mereka mau menyembuhkan lukanya dengan menyerang orang lain. Akibatnya, mereka tidak mendapat obat dari orang lain, sebaliknya malah mendapatkan luka baru. Bila didalami lagi, kemarahan seseorang hanya cermin bahwa yang bersangkutan memiliki kemarahan pada dirinya sendiri. Entah dilukai orang tua, dilecehkan orang lain, pendeknya masa lalu yang sangat ditolak. Dan semakin ia ditolak, semakin keras lagi kemarahan di dalam melawan.
Belajar dari sini, layak direnungkan untuk menggunakan kemarahan sebagai cahaya pembimbing. Kemarahan dalam pendekatan ini adalah lentera penunjuk arah perjalanan. Ia menunjukkan bagian-bagian ruang di dalam yang memerlukan cahaya penerang. Tapi ini mungkin terjadi, bila kemarahan diterima, didekap, dilihat arah yang ditunjukkan.
Merubah Cara Memandang
Berbekalkan kemarahan sebagai lentera, kemudian lorong-lorong gelap di dalam seperti ketakutan, keraguan, kecurigaan pelan-pelan diterangi. Seorang sahabat yang pemarah besar pernah menjadi Guru, ia sangat membenci salah satu kejadian di masa lalu. Andaikan kejadian itu tidak terjadi, mungkin hidupnya akan lebih baik. Ini ciri khas manusia pemarah, berhandai-handai bisa merubah masa lalu.
Padahal semua tahu, masa lalu tidak bisa dirubah. Yang bisa dirubah adalah cara memandangnya. Begitu cara memandangnya dirubah, hidup pun berubah. Seorang sahabat di jalan meditasi pernah bercerita bahwa jiwanya luka mendalam karena ayahandanya dibunuh di tahun 1965. Ini mengakibatkan ia harus menanggung Ibu dan saudara-saudara seumur hidup. Tapi tatkala cara memandangnya dirubah, bukan musibah ayah yang dibunuh, melainkan cara kehidupan untuk membuat yang bersangkutan jadi matang dan dewasa, maka hidupnya pun berubah.
Bila boleh jujur, bahkan nabi pun harus dibuat matang dan dewasa melalui rasa sakit yang mendalam, apa lagi manusia biasa. Itu sebabnya, jendral Mc. Arthur berdoa untuk anak-anak secara berbeda: “Tuhan, beri anak-anak masalah dan musibah, karena itu satu-satunya cara yang membuat jiwa mereka jadi dewasa”. Jika ini cara memandangnya, maka seseorang bisa berterimakasih pada kemarahan.
Jendela Kasih Sayang
Berbekalkan cahaya pemahaman seperti ini, kemarahan tidak lagi berwajah gelap, ia adalah lentera penerang perjalanan. Awalnya adalah jiwa yang luka mendalam. Luka ini kemudian membuat seseorang mencari obat dengan cara memarahi orang lain. Tapi pencari obat ini bukan mendapatkan obat, malah mendapatkan luka baru.
Dengan teropong seperti ini, kemarahan orang-orang pemarah adalah energi yang bisa membuka jendela kasih sayang. Inilah ciri manusia yang sudah sembuh dari kemarahan. Sementara orang kebanyakan hanya melihat kegelapan di balik kemarahan, orang yang sembuh melihat lentera di sana.
Di jalan meditasi, pendekatan ini disebut “mengolah racun menjadi sang jalan”. Ia serupa dengan burung cendrawasih yang mengolah racun jadi makanan, oleh meditasi racun kemarahan diracik dengan langkah “terima, mengalir, senyum”, kemudian kemarahan berubah menjadi cahaya terang sang jalan.
Tidak sedikit remaja yang sangat membenci orang tuanya yang pemarah. Banyak bawahan yang sangat menolak atasan yang pemarah. Padahal, bila dibekali cukup kejernihan kemarahan bisa menjadi pembimbing perjalanan.
Lentera Kemarahan
Nyaris di semua zaman manusia pemarah itu amat dibenci. Bila boleh menjauh, semua mau menjauh dari orang pemarah. Tapi nyatanya, orang marah datang lagi dan lagi. Bila tidak bisa dihindari, pasti ada pesan yang disembunyikan di balik orang-orang pemarah.
Belajar dari banyak sekali manusia pemarah, sejujurnya manusia pemarah itu jiwanya luka. Ketidaktahuan membuat mereka mau menyembuhkan lukanya dengan menyerang orang lain. Akibatnya, mereka tidak mendapat obat dari orang lain, sebaliknya malah mendapatkan luka baru. Bila didalami lagi, kemarahan seseorang hanya cermin bahwa yang bersangkutan memiliki kemarahan pada dirinya sendiri. Entah dilukai orang tua, dilecehkan orang lain, pendeknya masa lalu yang sangat ditolak. Dan semakin ia ditolak, semakin keras lagi kemarahan di dalam melawan.
Belajar dari sini, layak direnungkan untuk menggunakan kemarahan sebagai cahaya pembimbing. Kemarahan dalam pendekatan ini adalah lentera penunjuk arah perjalanan. Ia menunjukkan bagian-bagian ruang di dalam yang memerlukan cahaya penerang. Tapi ini mungkin terjadi, bila kemarahan diterima, didekap, dilihat arah yang ditunjukkan.
Merubah Cara Memandang
Berbekalkan kemarahan sebagai lentera, kemudian lorong-lorong gelap di dalam seperti ketakutan, keraguan, kecurigaan pelan-pelan diterangi. Seorang sahabat yang pemarah besar pernah menjadi Guru, ia sangat membenci salah satu kejadian di masa lalu. Andaikan kejadian itu tidak terjadi, mungkin hidupnya akan lebih baik. Ini ciri khas manusia pemarah, berhandai-handai bisa merubah masa lalu.
Padahal semua tahu, masa lalu tidak bisa dirubah. Yang bisa dirubah adalah cara memandangnya. Begitu cara memandangnya dirubah, hidup pun berubah. Seorang sahabat di jalan meditasi pernah bercerita bahwa jiwanya luka mendalam karena ayahandanya dibunuh di tahun 1965. Ini mengakibatkan ia harus menanggung Ibu dan saudara-saudara seumur hidup. Tapi tatkala cara memandangnya dirubah, bukan musibah ayah yang dibunuh, melainkan cara kehidupan untuk membuat yang bersangkutan jadi matang dan dewasa, maka hidupnya pun berubah.
Bila boleh jujur, bahkan nabi pun harus dibuat matang dan dewasa melalui rasa sakit yang mendalam, apa lagi manusia biasa. Itu sebabnya, jendral Mc. Arthur berdoa untuk anak-anak secara berbeda: “Tuhan, beri anak-anak masalah dan musibah, karena itu satu-satunya cara yang membuat jiwa mereka jadi dewasa”. Jika ini cara memandangnya, maka seseorang bisa berterimakasih pada kemarahan.
Jendela Kasih Sayang
Berbekalkan cahaya pemahaman seperti ini, kemarahan tidak lagi berwajah gelap, ia adalah lentera penerang perjalanan. Awalnya adalah jiwa yang luka mendalam. Luka ini kemudian membuat seseorang mencari obat dengan cara memarahi orang lain. Tapi pencari obat ini bukan mendapatkan obat, malah mendapatkan luka baru.
Dengan teropong seperti ini, kemarahan orang-orang pemarah adalah energi yang bisa membuka jendela kasih sayang. Inilah ciri manusia yang sudah sembuh dari kemarahan. Sementara orang kebanyakan hanya melihat kegelapan di balik kemarahan, orang yang sembuh melihat lentera di sana.
Di jalan meditasi, pendekatan ini disebut “mengolah racun menjadi sang jalan”. Ia serupa dengan burung cendrawasih yang mengolah racun jadi makanan, oleh meditasi racun kemarahan diracik dengan langkah “terima, mengalir, senyum”, kemudian kemarahan berubah menjadi cahaya terang sang jalan.
Monday, January 13, 2014
Siput dan Katak
Ada seekor siput yang selalu memandang sinis kehidupan katak. Hingga suatu hari si Katak bertanya, "Tuan Siput, apa kesalahan yang telah saya lakukan sehingga Anda begitu membenci saya?"
"Saya sangat iri dengan kehidupan kaum katak, yang mempunyai empat kaki dan dapat melompat ke sana ke mari. Tetapi, lihatlah saya! Ke mana-mana selalu membawa cangkang yang berat, dengan cara merambat di tanah pula. Saya merasa hidup ini tidak berguna dan sia-sia, dibanding dengan kehidupan kalian yang terlihat bahagia dan tidak memiliki masalah apa-apa.", jawab si Siput.
Lalu Katak-pun menanggapi, "Setiap kehidupan memiliki masalahnya masing-masing. Anda hanya melihat kegembiraan tampak luar, tetapi tidak pernah melihat dan merasakan penderitaan yang kami alami."
Tepat selesai mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba datanglah seekor elang besar yang terbang mendekat ke arah mereka. Si Siput dengan cepat memasukan badannya ke dalam cangkang, sedangkan si Katak langsung diterkam dan dimangsa oleh elang.
Melihat kejadian yang begitu cepat itu, si Siput tersadar. Ternyata cangkang yang dikeluhkan selama ini bukanlah suatu beban, tetapi suatu berkat dan kelebihan untuk melindungi dirinya dari terkaman elang yang terbang di atas langit.
Membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain, tidak akan ada habisnya. Demikian juga dengan mengingini milik orang lain. Yang tinggal di gunung merindukan pantai, yang tinggal di pantai merindukan gunung. Di musim kemarau merindukan musim hujan, tetapi di musim hujan merindukan kemarau. Diam dalam rumah merindukan bepergian, setelah bepergian merindukan rumah.
Waktu keadaan tenang mencari keramaian, tetapi ketika waktu ramai sibuk mencari ketenangan. Setelah bekeluarga belum dikaruniai anak, penuh dengan keluhan hidup. Setelah memiliki anak, tak sedikit yang mengeluh tentang biaya hidup tinggi dan pendidikan anak.
Kebahagiaan datang jika mau mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Bersyukurlah atas napas yang masih dimiliki, keluarga, pekerjaan, teman-teman yang selalu mendukung kehidupan kita menjadi lebih baik. Karena masih banyak di luar sana orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung kita.
Hidup adalah waktu yang dipinjamkan, harta adalah anugerah yang dipercayakan. Syukurilah dan manfaatkan sebaik-baiknya untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan orang lain.
Sumber: Ricky, jemaat GMS Barat Sukomanunggal
"Saya sangat iri dengan kehidupan kaum katak, yang mempunyai empat kaki dan dapat melompat ke sana ke mari. Tetapi, lihatlah saya! Ke mana-mana selalu membawa cangkang yang berat, dengan cara merambat di tanah pula. Saya merasa hidup ini tidak berguna dan sia-sia, dibanding dengan kehidupan kalian yang terlihat bahagia dan tidak memiliki masalah apa-apa.", jawab si Siput.
Lalu Katak-pun menanggapi, "Setiap kehidupan memiliki masalahnya masing-masing. Anda hanya melihat kegembiraan tampak luar, tetapi tidak pernah melihat dan merasakan penderitaan yang kami alami."
Tepat selesai mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba datanglah seekor elang besar yang terbang mendekat ke arah mereka. Si Siput dengan cepat memasukan badannya ke dalam cangkang, sedangkan si Katak langsung diterkam dan dimangsa oleh elang.
Melihat kejadian yang begitu cepat itu, si Siput tersadar. Ternyata cangkang yang dikeluhkan selama ini bukanlah suatu beban, tetapi suatu berkat dan kelebihan untuk melindungi dirinya dari terkaman elang yang terbang di atas langit.
Membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain, tidak akan ada habisnya. Demikian juga dengan mengingini milik orang lain. Yang tinggal di gunung merindukan pantai, yang tinggal di pantai merindukan gunung. Di musim kemarau merindukan musim hujan, tetapi di musim hujan merindukan kemarau. Diam dalam rumah merindukan bepergian, setelah bepergian merindukan rumah.
Waktu keadaan tenang mencari keramaian, tetapi ketika waktu ramai sibuk mencari ketenangan. Setelah bekeluarga belum dikaruniai anak, penuh dengan keluhan hidup. Setelah memiliki anak, tak sedikit yang mengeluh tentang biaya hidup tinggi dan pendidikan anak.
Kebahagiaan datang jika mau mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Bersyukurlah atas napas yang masih dimiliki, keluarga, pekerjaan, teman-teman yang selalu mendukung kehidupan kita menjadi lebih baik. Karena masih banyak di luar sana orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung kita.
Hidup adalah waktu yang dipinjamkan, harta adalah anugerah yang dipercayakan. Syukurilah dan manfaatkan sebaik-baiknya untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan orang lain.
Sumber: Ricky, jemaat GMS Barat Sukomanunggal
Masalah Yang Menjadi Tantangan

sama pada lahan yang sama. Yang membedakan hanyalah bagaimana cara dia merawat tanaman tersebut. Tanaman yang pertama disirami rutin tiap pagi sore, sedangkan tanaman kedua disirami dua hari sekali.
Ketika tanaman itu bertumbuh cukup besar, tiba waktunya untuk menguji kekuatan akar kedua tanaman tersebut. Perbedaannya cukup mencolok. Dibutuhkan waktu kurang dari 2 menit untuk mencabut akar dari tanaman yang pertama. Untuk tanaman kedua, dibutuhkan waktu lebih lama yaitu 4 menit untuk bisa mencabutnya!
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Tanaman yang pertama cukup dimanjakan dengan air yang ia dapat dengan mudah sehingga akarnya tidak berusaha mencari ke tanah yang lebih dalam. Sedangkan tanaman kedua karena mendapat suplai air yang lebih sedikit, maka mau tidak mau mencari ke sumber air, sehingga didapati akarnya jauh lebih kuat karena masuk lebih dalam ke tanah.
Mari kita jadikan masalah sebagai tantangan untuk kita maju. Menjadikan tantangan tersebut sebagai pijakan untuk kita meloncat lebih tinggi lagi. Masalah yang menjadi tantangan akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan yang diasah akan menghasilkan kesuksesan.
Sumber: milis Resonansi
Kebahagiaan itu Menular
"For every minute you are angry you lose sixty seconds of happiness."
-- Ralph Waldo Emerson
Angka sudah menunjukkan pukul enam lewat lima menit. Sebuah taksi berhenti di depan rumah di satu kompleks perumahan. Tak sampai tiga menit, seorang pria paruh baya bergegas masuk ke dalam taksi tersebut. Dalam perjalanan menuju kantornya yang terletak di daerah Kuningan, sesekali laki-laki tersebut berdendang riang, sambil membaca beberapa berkas yang dibawanya. Sang sopir menyapanya dengan ramah, "Pagi ini cerah sekali ya Pak, semoga hari ini tidak hujan." Ditanya begitu, pria muda itu tersenyum kecil, "Betul, hari sungguh indah sekali. Semoga semuanya berjalan lancar hari ini."
Dalam perjalanan, terdengar obrolan santai antara sang sopir dengan pria muda itu. Setelah merambah jalanan ibukota selama hampir empat puluh lima menit, kendaraan transportasi plat kuning tersebut sampai juga di tempat tujuan. Pria muda itu mengambil uang dari dompetnya. Diberikannya selembar pecahan lima puluh ribuan. Argo di taksi menunjukkan angka tiga puluh empat ribu lebih.
"Ini kembaliannya Pak," kata si sopir taksi.
"Ambil saja untuk bapak kembaliannya," kata pria muda tersebut sambil tersenyum.
"Wah, terimakasih banyak Pak!" terlihat senyum penuh sumringah diwajah sang sang sopir taksi.
Pagi itu, sang sopir taksi belum sarapan. Ia segera menuju kedai makanan yang tak jauh dari gedung yang baru saja disinggahinya. Sudah seringkali ia mengantarkan penumpang ke gedung itu, jadi ia sudah hafal dimana letak kedai-kedai makanan. Sang sopir makan dengan begitu lahapnya. Setelah selesai, ia pun membayar harga makanan yang disantapnya.
"Berapa semuanya Mbok?" tanyanya.
"Biasa mas, tujuh ribu," jawab si Mbok.
"Nih Mbok, sisanya untuk si Tole anak Mbok ya," si sopir memberikan selembar uang sepuluh ribu.
"Matur nuwun," kata si Mbok dengan senang.
Tole, anak si Mbok, masuk sekolah siang hari. Dari sedikit kelebihan uang yang diperoleh dari sopir taksi pagi hari tadi, si Mbok membekali Tole bekal makan lebih dari biasanya. Si Tole dibekali dua roti isi coklat. Biasanya si Mbok hanya memberinya satu buah roti. Si Tole girang bukan kepalang. Ketika jam istirahat sekolah berbunyi, Si Tole siap membuka bekal yang dibawakan oleh ibunya. Saat hendak menyantapnya, dilihatnya teman sebangkunya hanya memperhatikannya saja. Tanpa pikir panjang, diberikannya satu roti kepada temannya. Merekapun tertawa riang sambil makan bersama.
Cerita mungkin masih terus berlanjut. Pria muda merasa bahagia. Sang sopir begitu pula. Si Mbok pun ikut bahagia. Si Tole juga dapat berbagi bekal dengan temannya. Ternyata, kebahagiaan dapat menular kepada siapa saja, menular dan menyebar melalui kelompok-kelompok sosial dimana kita hidup.
Banyak penelitian membuktikan demikian. Satu contoh, antara tahun 1971 hingga 2003, dalam penelitian yang disebut Framingham Heart Study, didapatkan bahwa sekitar 5000 orang dewasa yang diteliti, ternyata dapat menularkan kebahagiaan yang dialaminya ke orang-orang sekelilingnya meski jaraknya cukup jauh, sekurangnya setengah mil. Bahkan Prof. Andrew Steptoe, seorang psikolog dari Universitas College London mengatakan, "Yang lebih mengejutkan lagi adalah penularan ini tak hanya terjadi pada mereka yang memiliki hubungan dekat, melainkan juga mereka yang justru ingin terpisah dari kelompok."
Kebahagiaan merupakan suatu pilihan hidup. Dan jelas, pasti menular. Nah, bagaimana, Anda dapat menularkan kebahagiaan yang Anda miliki sekarang juga?
Sumber: milis Resonansi
-- Ralph Waldo Emerson
Angka sudah menunjukkan pukul enam lewat lima menit. Sebuah taksi berhenti di depan rumah di satu kompleks perumahan. Tak sampai tiga menit, seorang pria paruh baya bergegas masuk ke dalam taksi tersebut. Dalam perjalanan menuju kantornya yang terletak di daerah Kuningan, sesekali laki-laki tersebut berdendang riang, sambil membaca beberapa berkas yang dibawanya. Sang sopir menyapanya dengan ramah, "Pagi ini cerah sekali ya Pak, semoga hari ini tidak hujan." Ditanya begitu, pria muda itu tersenyum kecil, "Betul, hari sungguh indah sekali. Semoga semuanya berjalan lancar hari ini."
Dalam perjalanan, terdengar obrolan santai antara sang sopir dengan pria muda itu. Setelah merambah jalanan ibukota selama hampir empat puluh lima menit, kendaraan transportasi plat kuning tersebut sampai juga di tempat tujuan. Pria muda itu mengambil uang dari dompetnya. Diberikannya selembar pecahan lima puluh ribuan. Argo di taksi menunjukkan angka tiga puluh empat ribu lebih.
"Ini kembaliannya Pak," kata si sopir taksi.
"Ambil saja untuk bapak kembaliannya," kata pria muda tersebut sambil tersenyum.
"Wah, terimakasih banyak Pak!" terlihat senyum penuh sumringah diwajah sang sang sopir taksi.
Pagi itu, sang sopir taksi belum sarapan. Ia segera menuju kedai makanan yang tak jauh dari gedung yang baru saja disinggahinya. Sudah seringkali ia mengantarkan penumpang ke gedung itu, jadi ia sudah hafal dimana letak kedai-kedai makanan. Sang sopir makan dengan begitu lahapnya. Setelah selesai, ia pun membayar harga makanan yang disantapnya.
"Berapa semuanya Mbok?" tanyanya.
"Biasa mas, tujuh ribu," jawab si Mbok.
"Nih Mbok, sisanya untuk si Tole anak Mbok ya," si sopir memberikan selembar uang sepuluh ribu.
"Matur nuwun," kata si Mbok dengan senang.
Tole, anak si Mbok, masuk sekolah siang hari. Dari sedikit kelebihan uang yang diperoleh dari sopir taksi pagi hari tadi, si Mbok membekali Tole bekal makan lebih dari biasanya. Si Tole dibekali dua roti isi coklat. Biasanya si Mbok hanya memberinya satu buah roti. Si Tole girang bukan kepalang. Ketika jam istirahat sekolah berbunyi, Si Tole siap membuka bekal yang dibawakan oleh ibunya. Saat hendak menyantapnya, dilihatnya teman sebangkunya hanya memperhatikannya saja. Tanpa pikir panjang, diberikannya satu roti kepada temannya. Merekapun tertawa riang sambil makan bersama.
Cerita mungkin masih terus berlanjut. Pria muda merasa bahagia. Sang sopir begitu pula. Si Mbok pun ikut bahagia. Si Tole juga dapat berbagi bekal dengan temannya. Ternyata, kebahagiaan dapat menular kepada siapa saja, menular dan menyebar melalui kelompok-kelompok sosial dimana kita hidup.
Banyak penelitian membuktikan demikian. Satu contoh, antara tahun 1971 hingga 2003, dalam penelitian yang disebut Framingham Heart Study, didapatkan bahwa sekitar 5000 orang dewasa yang diteliti, ternyata dapat menularkan kebahagiaan yang dialaminya ke orang-orang sekelilingnya meski jaraknya cukup jauh, sekurangnya setengah mil. Bahkan Prof. Andrew Steptoe, seorang psikolog dari Universitas College London mengatakan, "Yang lebih mengejutkan lagi adalah penularan ini tak hanya terjadi pada mereka yang memiliki hubungan dekat, melainkan juga mereka yang justru ingin terpisah dari kelompok."
Kebahagiaan merupakan suatu pilihan hidup. Dan jelas, pasti menular. Nah, bagaimana, Anda dapat menularkan kebahagiaan yang Anda miliki sekarang juga?
Sumber: milis Resonansi
Kesabaran
Dalam simbol China, kesabaran diucapkan 'REN' yang juga berarti toleransi, menahan diri dan kontrol. Kata ini terbentuk dari 2 kata yaitu belati di atas dan hati di bawahnya.
Ini menunjukan betapa sulitnya mempraktekan kesabaran. Mempraktekannya bisa jadi merupakan pelajaran yang menyakitkan. Tidak semua orang BIASA dapat bertahan. Butuh mematikan ego, kemauan baja untuk mengerti dan mempraktekan. Tapi hal ini akan membawa banyak manfaat dan keuntungan.
Kesabaran merupakan kekuatan pikiran dan hati. Memiliki kesabaran berarti memiliki kualitas ketekunan yang teguh ketika bertemu dengan hambatan, tantangan dan keputusasaan. Kesabaran memberikan stamina bagi Anda untuk bertemu dengan keberhasilan.
Dalam simbol tersebut, hanya orang yang mampu bertahan menanggung rasa sakit dari pisau pada hatinya yang benar-benar memiliki kesabaran.
Pepatah China mengatakan:
Si kaya dengan kesabaran akan melindungi seisi rumahnya,
Si miskin dengan kesabaran akan menyelamatkan dia dari penghinaan,
Ayah dan anak yang sabar menunjukan kasih sayang,
Antara saudara yang sabar akan menunjukan ketulusan,
Teman yang sabar akan membuat hubungan bertahan lama,
Pasangan yang sabar akan hidup harmonis.
Jika kita dapat mempraktekannya tidak ada kata yang dapat melukiskan berapa jauh kita dapat meraih kesuksesan.
Tapi siapa bilang anda orang BIASA....
Ini menunjukan betapa sulitnya mempraktekan kesabaran. Mempraktekannya bisa jadi merupakan pelajaran yang menyakitkan. Tidak semua orang BIASA dapat bertahan. Butuh mematikan ego, kemauan baja untuk mengerti dan mempraktekan. Tapi hal ini akan membawa banyak manfaat dan keuntungan.
Kesabaran merupakan kekuatan pikiran dan hati. Memiliki kesabaran berarti memiliki kualitas ketekunan yang teguh ketika bertemu dengan hambatan, tantangan dan keputusasaan. Kesabaran memberikan stamina bagi Anda untuk bertemu dengan keberhasilan.
Dalam simbol tersebut, hanya orang yang mampu bertahan menanggung rasa sakit dari pisau pada hatinya yang benar-benar memiliki kesabaran.
Pepatah China mengatakan:
Si kaya dengan kesabaran akan melindungi seisi rumahnya,
Si miskin dengan kesabaran akan menyelamatkan dia dari penghinaan,
Ayah dan anak yang sabar menunjukan kasih sayang,
Antara saudara yang sabar akan menunjukan ketulusan,
Teman yang sabar akan membuat hubungan bertahan lama,
Pasangan yang sabar akan hidup harmonis.
Jika kita dapat mempraktekannya tidak ada kata yang dapat melukiskan berapa jauh kita dapat meraih kesuksesan.
Tapi siapa bilang anda orang BIASA....
Subscribe to:
Posts (Atom)